Wednesday, December 10, 2014

Coban Raksasa

ini nyata dan ciptaan tuhan yang maha agung ! matursuwun gusti pengeran ~ 



            Malam yang biru di hiasai sinar rembulan yang sendu dengan suasana hawa tipis tipis kotaku mewarnai akhir hari jumat ini, nongkrong di depan teras merupakan sesuatu yang sangat istimewa bagiku karena meluangkan sepercik pikiran yang berintuisi sambil menelaah indahnya alam ciptaan gusti Allah ini. Aku sudah menyiapkan secangkir kopi dan teh serta beberapa camilan karena sahabatku enggal mau datang ke rumah untuk merencanakan jadwal ngalas kita ke suatu surga yang jauh dalam dan masih perawan hihi, tak lama waktu menunggu si enggal datang dengan cengengas cengenges seperti biasanya wkwk, sambil canda tawa dan ngobrol ngalor ngidul kita menghabiskan waktu malam sampai tetanggaku ada yang membuka pintu rumahnya dan mengeluarkan motor entah tak tau kemana, tak kirain di marahin hehe, kami kembali pada pembicaraan inti yakni planning menuju coban raksasa, dimana coban yang terletak di kawasan TNBTS dengan sumber yang berada di ayek ayek sebagai aliran kali amprong serta terletak di desa ngadas, poncokusumo. Setelah semua peralatan kendaraan logistic dan pendanaan sudah fix kami pun mengakhiri cangkru’an pada malam itu.
          Matahari terbit dengan gagah burung burung menari di udara dengan berkicau ayam berkokok di sela sela kegiatan sehari hari warga kampong rumahku, aku pun bangun dan packing buat ngalas ini nanti, mandi pun tidak lupa suapaya biki akau semangat hehe, setelah semua sudah siap, adiku pundatang tepat waktu, aku membantu dia packing sambil menunggu bbm dari enggal. Menunggu dengan melihat my trip my adventure itu bukan ide yang buruk menurutku hehe, akhirnya enggal bbm dan menyatakan dia sudah berada di gang rumahku, aku dan adiku pu berangkat menuju kesana, sesampainya disana ternyata enggal mengajak temanya, okelaah biar gak ganjil sama biar ada yang di ajak ngobrol wkwk, kami pun berangkat dengan bismilah menuju desa NGADAS. Rute perjalanan biasa seperti kalo ke semeru, sebelum sampai di desa ngadas kami memutuskan untuk belanja logistic dulu di pasar tumpang, mie, milo, sariwangi dan beberapa makanan ringan itulah bawaab yang taka sing lagi hhe, kami langsung patas menuju ngadas biar tidak kesiangan. Ngadas pun kami capai pada pukul 9.45 tetapi kami harus mencari kantor keluharan ngadasdulu untuk lapor dan meminta izin serta menitipkan kendaraan, setelah lama menunggu tidak ada orang yang kami temui akhirnya saya pun pergi ke ladang yang berada di seberang jalan untuk bertanya pada petani, “pak nyuwun sewu kulo kajeng e tanglet, kelurahan ngadas niku sebelah pundi pak nggeh ?? ” beliau menjawab “samean niki lurus ten pertigaan samean ngriri munggah ten kanan jalan, saya pun mencoba membuka omongan tentang coban raksasa yang katanya masih alami liar dan sangat perawan “pak lek kajenge ten coban raksasa niku lewat e pundi pak ?, beliau menjawab lagi “waduuh mas coban raksasa niku tebih jalur e mudun tok lewat tebing tebing sek rimbun mas niku lewat e ladang ladang terus melbu hutan mudun tok wes”, saya dan teman teman mendengarkan penjelasan ringkas dari bapak tadi sambil berfikir sejenak dan beranganangan akan rute yang bagaimana dan se extreme apa, saya pun mengucapkan terimakasih dan langsung menuju kelurahan, sesampainya disana ternyata kelurahanya sepi tidak ada aktifitas apapun, adiku berinisiatif untuk bertanya kepada salah warga yang sedang lewat di depan kelurahan, katanya rumah pak lurah berada di kiri jalan dengan ciriciri bertingkat, kami pun berhasil menemukan rumah pak lurah tak banyak waktu saya pun langsung mengetuk pintu, ada seorang laki laki yang membukanya dengan ramah tamah beliau menyuruh kami masuk, saya mengajak teman teman untuk masuk, seperti layaknya rumah sendiri hehe, awal pembicaraan saya mengenalkan para teman temana saya dan maksud saya datang kesini, setelah pak lurah menjelaskan panjang lebar tentang kondisi coban raksasa itu sendiri serta keindahan alam desa ngadas, saya pun merasa tertarik dan terperengah dalam angan angan ketika berada di coban raksasa huhu, pak lurah bilang tidak akan memberangkatkan wisatawan ke coban bila tidak ada warga penduduk yang mengantarkanya (guide ) dikarenakan medan yang sangat curam menuruni jurang jurang dan berjalan di sisi lereng tebing, saya dan teman teman memusyawarahkan terlebih dahulu bagaimana enaknya, setelah berpikir pikir dan sedikit berargumen kami pun sepakat untuk pergi dengan salah satu penduduk, maklum dalam ngalas ngalas saya sebelumnya tidak pernah menyewa guide hehe, akhirnya pak lurah keluar rumah dan menyarikan guide untuk ngalas kita, tak selang beberapa lama seorang warga dengan memakai selendang sarung dengan memakai topi dan menyulut rokok muncul di teras rumah, kami berpikir itu pun orang yang mengantarkan kami ke paradise yang jauh disana di antara lembah tebing dan jurang, tak lama pak lurah masuk lewat pintu belakang dan menyuruh para bapak untuk masuk kedalam rumah serta mengenalkan kepada kita, tak butuh waktu lama untuk mengakrabkan diri dengan 2 orang penduduk lokal temen temen yang suka guyon dan jail langsung melebur dengan kultur suasana masyarakat desa itu, pak lurah langsung menyuruh kami untuk bernegosiasi tentang masalah harganya soalnya saya juga takut sendiri kalo harganya terlalu mahal, maklum tidak pernah dengar istilah guide huhu, kami bernegosiasi tak butuh waktu lama dan menemukan kata mufakat langsung berpamitan kepada pak lurah dengan mengucapkan rasa terima kasih dari kami yang sebesar besarnya terhadap bantuan beliau, kami langsung menuju rumah pak senejo dan pak jono untuk menitipkan motor dan barang barang yang tak dipakai dan langsung berangkat menuju paradise. ~






              

              Ladang yang luas ber kelok kelok memebentuk sebuah karya yang indah di mata para manusia, jalan setapak yang begitu tenang dan ramah yang selalu berada di sampingnya dan gemuruh angin yang bergoyang goyang di langit dan berhembus di liku liku sela pohon cemara yang merupakan awal perjalanan yang indah menuju coban raksasa. Di perjalanan aku menemukan kehidupan para penduduk yang mayoritas petani dan selain itu juga ada penggembala serta pencari rumput untuk makan ternak, tidak jarang ada juga orang yang mencari burung, mengambil rotan dari hutan dan masih banyak lainya. Melewati beberapa bukit yang semua di ubah menjadi terasering perladangan yang indah tidak sengaja kita sudah sampai di ujung perladangan dan memasuki awal wilayah hutan, semua tim berdoa untuk menjaga keselamatan dan meminta restu dari para leluhur yang adatnya masih kental terasa, hutan yang rimba rimbun liar, ranting ranting bertumpuk layaknya jerami, ilalang ilalang menjunjung tinggi pohon yang tua berlumutan menandakan hutan tropis yang liar dan tak terjamah ini sangat menakjubkan, 30 menit berlalu medan pun ganti menjadi menuruni jurang jurang yang awalnya tak begitu curam tapi pada suatu ketika kemiringanya bisa mencapai 80 derajat huh sangat berat, aku tidak membayang kan bagaimana nanti naiknya huh, suara gemuruh terdengar dari kejauhan kami, pak senejo dan jono pun sangat senang dan memepercepat langkah kita, terlihat dari kejauhan coban nya yang sangat tinggi dan ada dua coban yang pertama kira kira 25 meter dan yang disebut coban raksasa adalah coban yang kedua yang di perkirakan berkisaran 200 meter tingginya. Kamipun tak sabar untuk mencapai bawah sana, saya bertanya kepada pak snejo, “pak masih jauh tah ke bawah sana ? “ pak snejo menjawab “ yo lumayan lah le kiro kiro sek 2 jam engkas “ hmm padahal kita sudah berjalan sudah 2 jam melewati turunana dan sekit tanjakan yang tak biasa kalo pergi ke coban, coban ini memang sunguh istimewa menurutku banyak keindahan yang di tampakan dan keadaan topografi benar benar total hutan tropis yang tak terjemah, setelah mengisi dahaga tenggorokan masih masing kita langsung menyusuri tepi tebing yang curam dan bergantian turunya bergelantungan pada rotan bila memang kemiringanya terlalu curam, tak terasa berjalan aliran sungaipun kelihatan dibawah sana kami merasakan bahawa kita sekarang berada di bawah lembah dan tebing yang sangat tinggi dan tadi tidak terlihat sekali pun setelah menuju turunan yang terakhir menuju sungai, saya pun agak berfikir keras karena jalanya yang sangat curam dan kemiringanya cukup tinggi dan disayangkan rotan rotan tidak ada kami menyempatkan duduk dulu di lereng lereng untuk bernafas sejenak, sementara pak senejo dan pak jono sedang babat alas untuk potong kompas dan mencarikan jalan yang aman untuk kami pergi ke bawah, satu persatu dari kami di bantu untuk turun dengan pegangan rerumputan ilalang dan ranting ranting seadanya yang ada disana, sampailah kealiran sungai, hatiku sangat senang dan bergembira alangkah indahnya alam ciptaan gusti allah ini, nikmatilah tanpa ada yang mencacati semoga. 













           Perjalanan di lanjutkan menyusuri aliran sungai yang masih masih alami, alira sungai yang sunyi, dinginya air yang mengalir, tetesan air dari tebing tebing, vegetasi yang indah di samping samping tebing dan tak kala menariknya dengan keberadaan flora dan faunanya yang sangat menakjubkan, melewati beberapa kelokan dengan mencincing cekana, berjalan diatas batang pohon yang sudah roboh menambah indah perjalanan yang kami lakukan pada peng exploran coban ini, gemuruh semakin keras, tak terasa air yang jatuh dari celah tebing yang terbentuk dari atas sana yang menjulang tinggi lalu jatuh menghempas batu batu dan dinding di bawah sana,aku terkaget aku merasa seperti bukan pada angan anganku sebelumnya, ekspetasi yang melewati ini saya duduk di awalan pelawangan 2 tebing yang berhimpit membentuk sebuah pintu masuk menuju coban itu saya terkagum kagum dan sangat merasa bersyukur karena saya masih bisa melihat keindahan alam ini yang tak mungkin saya lihat di kondisi kehidupan saya sehari hari. Menuju dibawah coban situasi nya tidak memungkinkan hempasan dorongan angin dan air dari atas sana sangat tinggi dan kuat sehingga suara dan hawa dingin nya sangat terasa bicara sedikitpun maupun berteriak sama sama tidak ada artinya jadi kami berkonikasi dengan beribisik bisik, menurut pak snejo dan pak jono kami merupakan salah satu yang beruntung dari sebelumnya mahasiswa ub yang pkl di ngadas dan menuju sana tertutup kabut tebal dan tdak terlihat apa apa, tetapi kami sangat beruntung dan bersyukur, cuaca cerah matahari menyinari dari kejauhan sana semua objek pun terlihat dengan bagus, selesai di bawah coban pas, kami pun berinisiatif untuk kembali ke pelawangan untuk berfoto foto dan memasak ala kadarnya untuk mengisi kekosongan dan sekedar menghangatkan diri di sela sela sinar matahari yang tertutupi oleh tebing tebing, sambil masak air kamipun menjemur pakaian dan melakukan kebiasaan yang sangat di gemari oleh kebiasaan orang yaitu bernarsis ria haha, maklumlah kapan lagi kita kesini lagi, inilah yang di sebut moment, hari pun semakin sore kami segera menghabiskan masakan keburu dingin. Bergegas untuk mencuci pakaian dan mem packing kembali barang bawaan mengecek apa ada yang ketinggalan, yang ketinggalan hanyalah jejak langkah kaki, pengorbanan waktu dan perasaan serta hanya memori yang terbayang baying dalam angan, kami pun melanjutkan perjalan untuk back home, rute awal yang menanjaki tebing naik menyusuri sela sela ilalang menjadi pelecut semangat dan sangat memacu adrenaline, bergantian memanjati satu tanjakan ke tanjakan lain, kerjasama team sangat di perlukan dalam situasi seperti ini, intinya saling berkomunikasi, 1 jam berlalu kami beristirahat sejenak untuk sekedar meluruskan kaki dan mengambil nafas panjang sambil melihat keindahan ekosistem yang masih alami keindahan nya sangat memikat keliaran nya tak bisa di ungkapkan dengan kata kata hanya bisa memandang dan berangan angan dengan coban yang ada di bawah sana, kamipun melanjutkan perjalanan terus sekarang medanya tanjakan di sela sela pohon rotan yang sangat banyak melewati hutan yang pohonya sudah berlumut tak terasa sudah 2 jam kami berjalan dan berhenti dulu di sebuah batu besar yang sudah di selimuti lumut, canda gurau dan mengingat kejadian konyol selama pemberangkatan sampai di coban dan saling menyeletuk satu sama lain, itu adalah trik agar tidak jenuh dan menghilangkan sementara rasa capek, perjalanan kami lanjutkan matahari sudah mau pergi dari hadapan mata menandakan bahwa hari mulai sore menjelang petang, akhirnya kami pun sampai di perbatasan ladang dan hutan aku sangat lega dan tenang, melepaskan sepatu menaruh tas dan merebahkan diri di rerumputan, menengadahkan kepala melihat cantiknya langit yang tersenyum, di samping awan yang tersipu malu akan matahari yang akan tidur di ufuk barat sana















               Dalam trip ku yang sudah lampau lampau, senja di desa ngadas ini sangat indah dan sangat mengenang entah kenapa alasanya tapi itu terjadi begitu saja, memang moment yang seperti itu sangat sulit ditemukan maupun di cari, tapi tak perlu di cari moment seperti itu akan datang dengan di waktu yang tepat di tempat yang indah dan dalam suasana yang penuh pilu akan takjub keindahan sore menuju lembayung senja, seakan tetrtidur di tumpukan awan bebas melakukan apapun pikiran dan hati selaras tidak ada gejolak dalam diri serasa cinta damai dan kebebasan di antara kita. Hari semakin gelap menuju dinginya malam kami berjalan melwati terasering ladang yang seakan tertidur berselimut sela sela bukit, adzan berkumandang menandakan bahwa petang pun tiba dan kami sudah memasuki gapura desa ngadas berjalan diatas aspal dengan suasana sunyi serta dingin, tidak ada keramaian dan hiruk pikup yang berlawanan seperti dikota. 





Memang indah bila dunia ini kau telusuri dengan melihat dari sisi pandangan yang lain tidak melulu dengan keramaian dan popularitas, tapi dengan kedamaian kenyamanan hidup dan kemaslahatan para umat manusia untuk menuju tujuan hidup masing masing


 


No comments:

Post a Comment