ini nyata dan ciptaan tuhan yang maha agung ! matursuwun gusti pengeran ~
Malam yang biru di hiasai sinar rembulan yang sendu dengan
suasana hawa tipis tipis kotaku mewarnai akhir hari jumat ini, nongkrong di
depan teras merupakan sesuatu yang sangat istimewa bagiku karena meluangkan
sepercik pikiran yang berintuisi sambil menelaah indahnya alam ciptaan gusti
Allah ini. Aku sudah menyiapkan secangkir kopi dan teh serta beberapa camilan
karena sahabatku enggal mau datang ke rumah untuk merencanakan jadwal ngalas
kita ke suatu surga yang jauh dalam dan masih perawan hihi, tak lama waktu
menunggu si enggal datang dengan cengengas cengenges seperti biasanya wkwk,
sambil canda tawa dan ngobrol ngalor ngidul kita menghabiskan waktu malam
sampai tetanggaku ada yang membuka pintu rumahnya dan mengeluarkan motor entah
tak tau kemana, tak kirain di marahin hehe, kami kembali pada pembicaraan inti
yakni planning menuju coban raksasa, dimana coban yang terletak di kawasan
TNBTS dengan sumber yang berada di ayek ayek sebagai aliran kali amprong serta
terletak di desa ngadas, poncokusumo. Setelah semua peralatan kendaraan
logistic dan pendanaan sudah fix kami pun mengakhiri cangkru’an pada malam itu.
Matahari terbit
dengan gagah burung burung menari di udara dengan berkicau ayam berkokok di
sela sela kegiatan sehari hari warga kampong rumahku, aku pun bangun dan
packing buat ngalas ini nanti, mandi pun tidak lupa suapaya biki akau semangat
hehe, setelah semua sudah siap, adiku pundatang tepat waktu, aku membantu dia
packing sambil menunggu bbm dari enggal. Menunggu dengan melihat my trip my
adventure itu bukan ide yang buruk menurutku hehe, akhirnya enggal bbm dan
menyatakan dia sudah berada di gang rumahku, aku dan adiku pu berangkat menuju
kesana, sesampainya disana ternyata enggal mengajak temanya, okelaah biar gak
ganjil sama biar ada yang di ajak ngobrol wkwk, kami pun berangkat dengan
bismilah menuju desa NGADAS. Rute perjalanan biasa seperti kalo ke semeru,
sebelum sampai di desa ngadas kami memutuskan untuk belanja logistic dulu di
pasar tumpang, mie, milo, sariwangi dan beberapa makanan ringan itulah bawaab
yang taka sing lagi hhe, kami langsung patas menuju ngadas biar tidak
kesiangan. Ngadas pun kami capai pada pukul 9.45 tetapi kami harus mencari
kantor keluharan ngadasdulu untuk lapor dan meminta izin serta menitipkan
kendaraan, setelah lama menunggu tidak ada orang yang kami temui akhirnya saya
pun pergi ke ladang yang berada di seberang jalan untuk bertanya pada petani, “pak
nyuwun sewu kulo kajeng e tanglet, kelurahan ngadas niku sebelah pundi pak
nggeh ?? ” beliau menjawab “samean niki lurus ten pertigaan samean ngriri
munggah ten kanan jalan, saya pun mencoba membuka omongan tentang coban raksasa
yang katanya masih alami liar dan sangat perawan “pak lek kajenge ten coban
raksasa niku lewat e pundi pak ?, beliau menjawab lagi “waduuh mas coban
raksasa niku tebih jalur e mudun tok lewat tebing tebing sek rimbun mas niku
lewat e ladang ladang terus melbu hutan mudun tok wes”, saya dan teman teman
mendengarkan penjelasan ringkas dari bapak tadi sambil berfikir sejenak dan
beranganangan akan rute yang bagaimana dan se extreme apa, saya pun mengucapkan
terimakasih dan langsung menuju kelurahan, sesampainya disana ternyata kelurahanya
sepi tidak ada aktifitas apapun, adiku berinisiatif untuk bertanya kepada salah
warga yang sedang lewat di depan kelurahan, katanya rumah pak lurah berada di
kiri jalan dengan ciriciri bertingkat, kami pun berhasil menemukan rumah pak
lurah tak banyak waktu saya pun langsung mengetuk pintu, ada seorang laki laki
yang membukanya dengan ramah tamah beliau menyuruh kami masuk, saya mengajak
teman teman untuk masuk, seperti layaknya rumah sendiri hehe, awal pembicaraan
saya mengenalkan para teman temana saya dan maksud saya datang kesini, setelah
pak lurah menjelaskan panjang lebar tentang kondisi coban raksasa itu sendiri
serta keindahan alam desa ngadas, saya pun merasa tertarik dan terperengah
dalam angan angan ketika berada di coban raksasa huhu, pak lurah bilang tidak
akan memberangkatkan wisatawan ke coban bila tidak ada warga penduduk yang
mengantarkanya (guide ) dikarenakan medan yang sangat curam menuruni jurang
jurang dan berjalan di sisi lereng tebing, saya dan teman teman memusyawarahkan
terlebih dahulu bagaimana enaknya, setelah berpikir pikir dan sedikit
berargumen kami pun sepakat untuk pergi dengan salah satu penduduk, maklum
dalam ngalas ngalas saya sebelumnya tidak pernah menyewa guide hehe, akhirnya
pak lurah keluar rumah dan menyarikan guide untuk ngalas kita, tak selang
beberapa lama seorang warga dengan memakai selendang sarung dengan memakai topi
dan menyulut rokok muncul di teras rumah, kami berpikir itu pun orang yang
mengantarkan kami ke paradise yang jauh disana di antara lembah tebing dan
jurang, tak lama pak lurah masuk lewat pintu belakang dan menyuruh para bapak
untuk masuk kedalam rumah serta mengenalkan kepada kita, tak butuh waktu lama
untuk mengakrabkan diri dengan 2 orang penduduk lokal temen temen yang suka
guyon dan jail langsung melebur dengan kultur suasana masyarakat desa itu, pak
lurah langsung menyuruh kami untuk bernegosiasi tentang masalah harganya
soalnya saya juga takut sendiri kalo harganya terlalu mahal, maklum tidak
pernah dengar istilah guide huhu, kami bernegosiasi tak butuh waktu lama dan
menemukan kata mufakat langsung berpamitan kepada pak lurah dengan mengucapkan
rasa terima kasih dari kami yang sebesar besarnya terhadap bantuan beliau, kami
langsung menuju rumah pak senejo dan pak jono untuk menitipkan motor dan barang
barang yang tak dipakai dan langsung berangkat menuju paradise. ~
Ladang yang luas ber kelok kelok memebentuk sebuah karya yang
indah di mata para manusia, jalan setapak yang begitu tenang dan ramah yang
selalu berada di sampingnya dan gemuruh angin yang bergoyang goyang di langit
dan berhembus di liku liku sela pohon cemara yang merupakan awal perjalanan
yang indah menuju coban raksasa. Di perjalanan aku menemukan kehidupan para
penduduk yang mayoritas petani dan selain itu juga ada penggembala serta
pencari rumput untuk makan ternak, tidak jarang ada juga orang yang mencari
burung, mengambil rotan dari hutan dan masih banyak lainya. Melewati beberapa
bukit yang semua di ubah menjadi terasering perladangan yang indah tidak
sengaja kita sudah sampai di ujung perladangan dan memasuki awal wilayah hutan,
semua tim berdoa untuk menjaga keselamatan dan meminta restu dari para leluhur
yang adatnya masih kental terasa, hutan yang rimba rimbun liar, ranting ranting
bertumpuk layaknya jerami, ilalang ilalang menjunjung tinggi pohon yang tua
berlumutan menandakan hutan tropis yang liar dan tak terjamah ini sangat
menakjubkan, 30 menit berlalu medan pun ganti menjadi menuruni jurang jurang
yang awalnya tak begitu curam tapi pada suatu ketika kemiringanya bisa mencapai
80 derajat huh sangat berat, aku tidak membayang kan bagaimana nanti naiknya huh,
suara gemuruh terdengar dari kejauhan kami, pak senejo dan jono pun sangat
senang dan memepercepat langkah kita, terlihat dari kejauhan coban nya yang
sangat tinggi dan ada dua coban yang pertama kira kira 25 meter dan yang
disebut coban raksasa adalah coban yang kedua yang di perkirakan berkisaran 200
meter tingginya. Kamipun tak sabar untuk mencapai bawah sana, saya bertanya
kepada pak snejo, “pak masih jauh tah ke bawah sana ? “ pak snejo menjawab “ yo
lumayan lah le kiro kiro sek 2 jam engkas “ hmm padahal kita sudah berjalan
sudah 2 jam melewati turunana dan sekit tanjakan yang tak biasa kalo pergi ke
coban, coban ini memang sunguh istimewa menurutku banyak keindahan yang di
tampakan dan keadaan topografi benar benar total hutan tropis yang tak
terjemah, setelah mengisi dahaga tenggorokan masih masing kita langsung
menyusuri tepi tebing yang curam dan bergantian turunya bergelantungan pada
rotan bila memang kemiringanya terlalu curam, tak terasa berjalan aliran
sungaipun kelihatan dibawah sana kami merasakan bahawa kita sekarang berada di
bawah lembah dan tebing yang sangat tinggi dan tadi tidak terlihat sekali pun
setelah menuju turunan yang terakhir menuju sungai, saya pun agak berfikir
keras karena jalanya yang sangat curam dan kemiringanya cukup tinggi dan
disayangkan rotan rotan tidak ada kami menyempatkan duduk dulu di lereng lereng
untuk bernafas sejenak, sementara pak senejo dan pak jono sedang babat alas
untuk potong kompas dan mencarikan jalan yang aman untuk kami pergi ke bawah,
satu persatu dari kami di bantu untuk turun dengan pegangan rerumputan ilalang
dan ranting ranting seadanya yang ada disana, sampailah kealiran sungai, hatiku
sangat senang dan bergembira alangkah indahnya alam ciptaan gusti allah ini,
nikmatilah tanpa ada yang mencacati semoga.
Perjalanan
di lanjutkan menyusuri aliran sungai yang masih masih alami, alira sungai yang
sunyi, dinginya air yang mengalir, tetesan air dari tebing tebing, vegetasi
yang indah di samping samping tebing dan tak kala menariknya dengan keberadaan
flora dan faunanya yang sangat menakjubkan, melewati beberapa kelokan dengan
mencincing cekana, berjalan diatas batang pohon yang sudah roboh menambah indah
perjalanan yang kami lakukan pada peng exploran coban ini, gemuruh semakin
keras, tak terasa air yang jatuh dari celah tebing yang terbentuk dari atas
sana yang menjulang tinggi lalu jatuh menghempas batu batu dan dinding di bawah
sana,aku terkaget aku merasa seperti bukan pada angan anganku sebelumnya,
ekspetasi yang melewati ini saya duduk di awalan pelawangan 2 tebing yang
berhimpit membentuk sebuah pintu masuk menuju coban itu saya terkagum kagum dan
sangat merasa bersyukur karena saya masih bisa melihat keindahan alam ini yang
tak mungkin saya lihat di kondisi kehidupan saya sehari hari. Menuju dibawah
coban situasi nya tidak memungkinkan hempasan dorongan angin dan air dari atas
sana sangat tinggi dan kuat sehingga suara dan hawa dingin nya sangat terasa
bicara sedikitpun maupun berteriak sama sama tidak ada artinya jadi kami
berkonikasi dengan beribisik bisik, menurut pak snejo dan pak jono kami
merupakan salah satu yang beruntung dari sebelumnya mahasiswa ub yang pkl di
ngadas dan menuju sana tertutup kabut tebal dan tdak terlihat apa apa, tetapi
kami sangat beruntung dan bersyukur, cuaca cerah matahari menyinari dari
kejauhan sana semua objek pun terlihat dengan bagus, selesai di bawah coban pas,
kami pun berinisiatif untuk kembali ke pelawangan untuk berfoto foto dan
memasak ala kadarnya untuk mengisi kekosongan dan sekedar menghangatkan diri di
sela sela sinar matahari yang tertutupi oleh tebing tebing, sambil masak air
kamipun menjemur pakaian dan melakukan kebiasaan yang sangat di gemari oleh
kebiasaan orang yaitu bernarsis ria haha, maklumlah kapan lagi kita kesini
lagi, inilah yang di sebut moment, hari pun semakin sore kami segera
menghabiskan masakan keburu dingin. Bergegas untuk mencuci pakaian dan mem
packing kembali barang bawaan mengecek apa ada yang ketinggalan, yang
ketinggalan hanyalah jejak langkah kaki, pengorbanan waktu dan perasaan serta
hanya memori yang terbayang baying dalam angan, kami pun melanjutkan perjalan
untuk back home, rute awal yang menanjaki tebing naik menyusuri sela sela
ilalang menjadi pelecut semangat dan sangat memacu adrenaline, bergantian
memanjati satu tanjakan ke tanjakan lain, kerjasama team sangat di perlukan
dalam situasi seperti ini, intinya saling berkomunikasi, 1 jam berlalu kami
beristirahat sejenak untuk sekedar meluruskan kaki dan mengambil nafas panjang
sambil melihat keindahan ekosistem yang masih alami keindahan nya sangat
memikat keliaran nya tak bisa di ungkapkan dengan kata kata hanya bisa
memandang dan berangan angan dengan coban yang ada di bawah sana, kamipun
melanjutkan perjalanan terus sekarang medanya tanjakan di sela sela pohon rotan
yang sangat banyak melewati hutan yang pohonya sudah berlumut tak terasa sudah
2 jam kami berjalan dan berhenti dulu di sebuah batu besar yang sudah di
selimuti lumut, canda gurau dan mengingat kejadian konyol selama pemberangkatan
sampai di coban dan saling menyeletuk satu sama lain, itu adalah trik agar
tidak jenuh dan menghilangkan sementara rasa capek, perjalanan kami lanjutkan
matahari sudah mau pergi dari hadapan mata menandakan bahwa hari mulai sore
menjelang petang, akhirnya kami pun sampai di perbatasan ladang dan hutan aku
sangat lega dan tenang, melepaskan sepatu menaruh tas dan merebahkan diri di
rerumputan, menengadahkan kepala melihat cantiknya langit yang tersenyum, di
samping awan yang tersipu malu akan matahari yang akan tidur di ufuk barat sana
Dalam trip ku yang sudah lampau lampau, senja di desa ngadas ini
sangat indah dan sangat mengenang entah kenapa alasanya tapi itu terjadi begitu
saja, memang moment yang seperti itu sangat sulit ditemukan maupun di cari,
tapi tak perlu di cari moment seperti itu akan datang dengan di waktu yang
tepat di tempat yang indah dan dalam suasana yang penuh pilu akan takjub
keindahan sore menuju lembayung senja, seakan tetrtidur di tumpukan awan bebas
melakukan apapun pikiran dan hati selaras tidak ada gejolak dalam diri serasa
cinta damai dan kebebasan di antara kita. Hari semakin gelap menuju dinginya
malam kami berjalan melwati terasering ladang yang seakan tertidur berselimut
sela sela bukit, adzan berkumandang menandakan bahwa petang pun tiba dan kami
sudah memasuki gapura desa ngadas berjalan diatas aspal dengan suasana sunyi
serta dingin, tidak ada keramaian dan hiruk pikup yang berlawanan seperti
dikota.